Saturday, June 4, 2011

CARAT Indonesia 2011

4 Juni 2011, Jakarta (Berita HanKam): Korvet TNI AL KRI Diponegoro, KRI Imam Bonjol, kapal perusak US Navy USS Howard dan frigate USS Reuben James (FFG 57) melakukan latihan penembakan di Laut Jawa, 28 Mei 2011. (Foto: Lt K. Madison Carter)

(Foto: Mass Communication Specialist 2nd Class Jessica Bidwell)


(Foto: Mass Communication Specialist 2nd Class Katerine Noll)





Awak kapal USS USS Howard (DDG 83) dan USS Reuben James (FFG 57) mendemontrasikan Visit, Board, Search and Seizure pada anggota TNI AL. (Photo: Mass Communication Specialist 2nd Class Jessica Bidwell)

Sumber: U.S. Pacific Fleet
Berita HanKam

TNI AU Kekurangan Radar Pemantau Pesawat

(Foto: MI)

4 Juni 2011, Jakarta (Suara Karya): Kementerian Pertahanan mengindentifikasi, bahwa TNI Angkatan Udara masih kekurangan radar untuk memonitor pesawat-pesawat yang masuk ke wilayah Indonesia. Jumlah radar yang ada sekarang masih jauh di bawah ideal, yakni 21 unit dari ideal kebutuhan 42 unit.

"Saat ini jumlah radar yang telah dimiliki baru mencapai 21 unit, sementara idealnya untuk menjaga wilayah Indonesia mencapai 42 unit," kata Dirjen Perencanaan Pertahanan (Renhan) Kementerian Pertahanan Marsekal Muda TNI Bonggas S Silaen, di Jakarta, baru-baru ini.

Ia mengatakan, radar untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan sudah cukup memadai, sementara untuk wilayah selatan seperti Sulawesi hingga Papua masih kurang. Saat ini, Kemhan terus menyiapkan pengadaan radar untuk melakukan pemantauan wilayah-wilayah Indonesia yang sangat luas ini.

"Pada tahun ini, Kemhan akan menyediakan sekitar empat unit radar untuk ditempatkan di empat lokasi, antara lain, Jayapura, Manokwari, dan Tual (Maluku Tenggara)," ujar Silaen.

Silaen memaparkan untuk menyediakan satu unit radar membutuhkan biaya yang cukup besar, yakni sekitar 30 juta dolar AS. "Untuk empat unit radar ini, disiapkan dana sekitar 114 juta dolar AS. Jadi, harga satu unit radar sekitar 30 juta dolar AS," jelas dia.

Ia menambahkan untuk mengatasi kekurangan radar dalam melakukan pengawasan udara, maka TNI AU bekerja sama dengan penerbangan sipil. "Jatuhnya sebuah pesawat yang ditemukan beberapa waktu lalu merupakan hasil kerja sama dengan penerbangan sipil," kata Silaen.

Kesiapan Alutsista

Sementara itu, Kemhan juga mengidentifikasi kesiapan alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki oleh TNI masih di bawah rata-rata 50 persen. "Jumlah dan kualitas alutsista yang ada masih minim, baik dari segi umur maupun teknologi," kata Silaen.

Menurut dia, persenjataan yang dimiliki TNI saat ini rata-rata berusia 25 hingga 40 tahun dengan kesiapan persenjataan untuk TNI Angkatan Darat sekitar 35 persen, TNI Angkatan Laut sekitar 30 persen dan TNI Angkatan Udara sekitar 30 persen.

"Itu merupakan persiapan persenjataan tahun 2005, namun saat ini naik tidak tinggi. Kesiapan persenjataan disebabkan oleh kurangnya anggaran," katanya.

Silaen mengatakan, anggaran yang diberikan pemerintah kepada Kemhan yang kemudian dibagikan kepada empat unit organisasi, yakni Mabes TNI, TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Kemhan sendiri sejak tahun 2006 terus mengalami peningkatan hingga saat ini.

Sumber: Suara Karya

Pemerintah Diskriminatif Soal Alutsista

Seorang pekerja menyelesaikan proses pembuatan pesawat CN235-110 Maritime Patrol Aircraft (MPA) pesanan Korea Coast Guard di hanggar PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/5). PTDI membutuhkan dana segar berkisar Rp600 miliar—Rp900 miliar dalam upaya restrukturisasi penyelematan BUMN tersebut dari keterpurukan industri dirgantara nasional. (Foto: Bisnis Jabar)

4 Juni 2011, Jakarta (Pelita): Anggota Komisi I DPR RI (bidang Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri), Fayakhun Andriadi dari Fraksi Partai Golkar menilai pemerintah terkesan diskriminatif dalam pengembangan dan penguatan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) nasional.

Dalam kenyataannya porsi belanja (anggaran pertahanan) lebih besar untuk biaya angkatan darat, sementara biaya untuk angkatan laut dan udara lebih kecil, padahal dua pertiga wilayah kita laut, ujarnya di Jakarta, Jumat (3/6).

Rendahnya keberpihakan pemerintah bukan hanya dari segi anggaran, juga di bidang regulasi. Selama ini Indonesia telah memiliki regulasi berupa Undang Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Bahwasanya pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan (pasal 3 ayat 2), ungkapnya.

Tetapi dalam kenyataannya, menurut politisi yang tengah menuntaskan studi doktor ilmu politik di Universitas Indonesia (UI) ini, porsi belanja itu lebih besar untuk biaya angkatan darat.

Sementara biaya untuk angkatan laut dan udara lebih kecil, dengan alasan kedua angkatan terakhir ini membutuhkan biaya dalam jumlah besar untuk pengadaan dan perawatan Alutsista, ujarnya.

Ekspor alutsista

Fayakhun Andriadi mengatakan, belum lama ini Indonesia mengekspor pesawat CN 235 jenis angkut militer VIP ke negara Senegal Afrika. Sebelumnya juga mengirimkan pesawat yang sama ke negara Burkina Faso, Afrika Barat, ungkapnya.

Menyusul kiriman pesawat ke Senegal itu, lanjutnya, Indonesia juga mengirimkan pesawat CN 235 jenis Maritime Patrol Aircraft (MPA) ke Korean Coast Guard pada hari berikutnya.

Fayakhun Andriadi mengatakan selain jenis pesawat, Indonesia juga mengekspor persenjataan dan peralatan militer lainnya ke sejumlah negara seperti Timor Leste, Korea Selatan dan beberapa negara ASEAN (Filipina, Malaysia, Vietnam, Brunei Darussalam).

Khusus Timor Leste mendapatkan kredit ekspor (KE) 40 juta dollar dari pemerintah Indonesia untuk pembelian dua kapal patrol cepat (fast patrol boat), katanya.

Dua kenyataan tersebut di atas, menurutnya membuktikan negara kita masih dapat berjaya di dunia internasional dengan hasil-hasil produk Alutsista, terutama dari gatra udara, laut.

Dalam pengertian lain, fakta ini juga isyarat bahwa sumberdaya manusia dan mutu produk Indonesia dapat diunggulkan dan bersaing dengan yang dihasilkan oleh negara-negara lain di dunia, tandasnya.

Artinya, demikian Legislator daerah pemilihan (Dapil) Jakarta ini, cita-cita menjadi negara pengekspor Alutsista pertama di ASEAN bukan mustahil dicapai Indonesia.

Hanya saja, harus lebih arif menentukan kebijakan berdasarkan kondisi geografis, apalagi itu sudah ada dasar undang-undanganya. Agar jangan lagi terkesan diskriminatif, kita kembangkan semuanya secara proporsional, kata Fayakhun Andriadi.

Sumber: Harian Pelita

Wednesday, June 1, 2011

Senjata Kian Uzur, Kementerian Pertahanan Incar Rp 9 Triliun Lagi

Panser tua masih digunakan TNI AD.

1 Juni 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): Kementerian Pertahanan mengincar tambahan alokasi Rp 9 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun ini. Dana itu dibutuhkan untuk memenuhi persenjataan minimum, atau kerap disebut minimum essential forces.

"Untuk minimum essential forces tahun ini kami memerlukan Rp 11 triliun, tapi baru diberikan Rp 2 triliun, mudah-mudahan Rp 9 triliun bisa didapat dari APBN-P," kata Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Marsekal Muda Bonggas S. Silaen di Kementerian Pertahanan, Rabu, 1 Juni 2011.

Tahun ini, Kementerian Pertahanan telah mendapat kucuran dana Rp 47,5 triliun dalam anggaran negara. Namun, jumlah itu masih kurang, apalagi pemerintah punya rencana mempercepat pemenuhan persenjataan minimum.

Menurut Bonggas, kondisi peralatan pertahanan yang kini ada masih jauh dari ideal, dari sisi jumlah maupun kualitasnya. Mayoritas persenjataan berusia uzur, 25 tahun hingga 40 tahun. Sistem persenjataan darat di awal 2005 tingkat kesiapan rata-ratanya di bawah 35 persen, senjata udara 30 persen, dan persenjataan laut malah di bawah 30 persen.

Kementerian Pertahanan sudah menghemat dan menetapkan sistem rekrutmen tanpa pertumbuhan. Artinya, jumlah personel yang pensiun tiap tahun sama dengan jumlah orang yang direkrut. "Kami beranggapan untuk lima tahun ke depan komposisi personel sudah cukup memadai," kata Bonggas.

Belum lagi tantangan di sektor pertahanan yang kini makin kompleks. Bukan saja keutuhan wilayah yang harus dijaga, tapi juga perlu upaya ekstra untuk mencegah terorisme dan menanggulangi bencana, yang lazimnya dilakukan pula oleh tentara.

Sumber: TEMPO Interaktif

KSAL: Pemeriksaan KRI Nanggala Segera Selesai


31 Mei 2011, Jakarta (ANTARA News): Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno mengatakan, pemeliharaan menyeluruh kapal selam KRI Nanggala-402 di Korea Selatan segera usai.

"Diperkirakan Januari tahun depan tiba di Indonesia," katanya, menjawab ANTARA seusai membuka Pekan Olahraga TNI Angkatan Laut 2011 di Jakarta, Selasa.

KRI Nanggala-402 menjalani perbaikan dan perawatan total di perusahaan galangan kapal "Marine Engineering Co Ltd" (DSME) dari Korea Selatan.

Pemeliharaan total itu bertujuan meningkatkan kemampuan tempur kapal selam tersebut untuk mendukung kekuatan pemukul TNI Angkatan Laut.

KRI Nanggala diberangkatkan ke Korea Selatan pada Desember 2009 dan langsung menjalani pemeliharaan total untuk dapat memulihkan kekuatannya hingga 90 persen.

Sebelumnya, TNI Angkatan Laut telah meng-"overhaul" kapal selam KRI Cakra-401 di "Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co Ltd" (DSME).

KRI Cakra telah diganti perangkat teknologinya dari buatan 1970-an dengan teknologi 1990-an.

"Ya diharapkan segera selesai," katanya menegaskan.

Kedua kapal selama TNI Angkatan Laut itu merupakan buatan Jerman tipe U-209.

Tentang proses pengadaan dua kapal selam baru, Soeparno mengatakan masih dalam proses dengan Kementerian Pertahanan.

Sumber: ANTARA News

Tuesday, May 31, 2011

TNI-AL Minta AS Tingkatkan Materi Latihan

Tiga personil marinir AS melakukan simulasi dengan persenjataan lengkap di kapal penghancur berpeluru kendali USS Howard (DDG 83) di JICT 2 Port A, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (30/5). Kedatangan tiga kapal perang Amerika kapal pendaratan USS Tortuga (LSD 46), kapal penghancur berpeluru kendali USS Howard (DDG 83) dan kapal Frigat USS Reuben James (FFG 57) untuk melakukan latihan bersama dalam pengamanan maritim dan operasi anti-perompakan. (Foto: ANTARA/M Agung Rajasa/ama/11) (Foto: ANTARA/M Agung Rajasa/ama/11)

31 Mei 2011, Jakarta (ANTARA News): TNI Angkatan Laut meminta Angkatan Laut Amerika Serikat untuk meningkatkan materi latihan bersama kedua pihak, sesuai dengan pola dan tingkat ancaman yang dihadapi di masa datang, terutama menyangkut keamanan maritim.

Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno menjawab ANTARA di Jakarta, Selasa mengatakan, peningkatan materi antara lain menyangkut pertempuran antarkapal atas permukaan, kapal selam dan logistik.

Ditemui usai membuka pekan olahraga TNI Angkatan Laut, ia mengatakan penambahan materi latihan itu penting untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan prajurit TNI Angkatan Laut di segala lini.

"Angkatan Laut AS kan memiliki kelebihan di lini-lini tertentu, dan kami minta itu untuk diajarkan pada latihan-latihan bersama kedua pihak di masa datang," tutur Soeparno.

Selama ini, TNI Angkatan Laut dan Angkatan Laut AS rutin melakukan latihan bersama dengan tajuk "Cooperation Afloat Readiness and Training" atau CARAT.

Pada 2011 latihan dipusatkan di Laut Jawa untuk manuver lapangan, dan di beberapa titik di Jakarta dan sekitarnya untuk kegiatan di darat.

Untuk kegiatan di darat, terdiri atas program pertukaran bidang keteknikan dan pengendalian kerusakan, bakti sosial pelayanan medis umum dan gigi.

Sedangkan kegiatan di laut meliputi pengembangan kemampuan maritim dalam hal pengamanan maritim, pertukaran informasi, operasi laut gabungan, latihan patroli dan penggunaan meriam, serta latihan anti-perompakan dan anti-penyelundupan.

Tentang tanggapan Angkatan Laut AS, atas permintaan TNI-AL tersebut, Kasal mengatakan,"mereka sangat setuju dan siap dilaksanakan pada latihan tahun depan. Bahkan mereka akan mengikutsertakan satu kapal selam mereka,".

Pada latihan bersama "CARAT 2011" tercatat sekitar 1.600 personel Angkatan Laut AS dan Korps Marinir AS dilibatkan.

Kapal perang AS yang mengikuti latihan tersebut kapal pendaratan USS Tortuga (LSD 46), kapal penghancur berpeluru kendali USS Howard (DDG 83), serta kapal frigat USS Reuben James (FFG 57).

Selain itu, ada peserta tambahan seperti pasukan pendaratan amfibi Marinir, pasukan U.S. Navy Seabees, P-3C Orion, serta helikopter SH-60 Seahawk.

Sementara itu TNI AL mengerahkan empat kapal perang, tiga helikopter dan lima sekoci pendarat.

Sumber: ANTARA News

MiG Serahkan MiG-29K ke AL India

Su-29KUB. (Foto: Migavia)

31 Mei 2011, Moskow (Berita HanKam): Russian Aircraft Corporation MiG menyerahkan lima jet tempur MiG-29K/KUB pada Angkatan Laut India pada bulan ini, diumumkan MiG.

“Satu unit simulator pelatihan dan perangkat teknis lainnya juga diserahkan,” dalam pernyataan MiG, Senin (30/5).

Moskow dan New Delhi meneken kontrak pembelian 12 jet tempur MiG-29K kursi tunggal dan empat MiG-29KUB kursi tandem pada Januari 2004. Kontrak ini bagian dari kesepakatan pembelian kapal induk Admiral Gorshkov, saat ini sedang direkondisi di Rusia.

Empat MiG-29K dan MiG-29KUB telah dioperasikan AL India pada Februari 2010.

Kedua negara kembali meneken kontrak senilai 1,5 milyar dolar pembelian 29 MiG-29K Fulcrum-D yang akan ditempatkan di kapal induk. Penyerahan dijadwalkan mulai 2012.

AL India menempatkan MiG-29K di Skuadron Black Panther, berpangkalan di negara bagian Goa hingga INS Vikramaditya (eks Admiral Gorshkov) dioperasikan pada awal 2013.

INS Vikramaditya direncanakan akan membawa 24 MiG-29K/KUB. INS Vikrant kapal induk buatan India akan juga membawa jet tempur MiG-29.

Sumber: RIA Novosti
Berita HanKam

TNI AU Latihan Antiteror di Manado


29 Mei 2011, Manado (ANTARA News): TNI Angkatan Udara (AU) akan menggelar latihan penanggulangan antiteroris pembajak udara di Bandara Sam Ratulangi Manado, 31 Mei.

Komandan Pangkalan Udara Sam Ratulangi (Lanudsri) Manado, Letkol (Pnb) Yorry Koloay, di Manado, Sabtu mengatakan, latihan anti-lawan bajak udara tersebut akan dilakukan pasukan khusus TNI AU Detasemen Bravo 90.

"Pada latihan itu juga akan melibatkan Lanudsri, bersama sama instansi terkait sipil dan militer di daerah itu dalam kegiatan penanganan objek vital, Bandara Sam Ratulangi," kata Koloay.

Latihan itu dijadwalkan pada Selasa (31/5) sekitar pukul 21.00 Wita.

Yorry Koloay mengatakan, latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kesatuan antiteror aspek udara.

Terwujudnya kerja sama antar-instansi terkait dalam kegiatan penaggulangan teroris, di objek vital, yakni Bandara Sam Ratulangi.

"Juga, untuk menguji prosedur dan aturan yang dimiliki masing-masing instansi terkait dalam kegiatan penanggulangan teroris atau gawat darurat," kata Koloay.

Menurut Koloay, kegiatan ini juga untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, dihadapkan dengan rencana pelaksanaan berbagai kegiatan bertaraf internasional maupun nasional di Sulut dan daerah sekitarnya antara lain Gorontalo.

Seperti pada Agustus 2011, Sulut akan dilaksanakan konferensi tingkat Menteri Perdagangan dan Ekonomi Asean.

Selain itu, berbagai konferensi luar negeri di Sulut dalam rangka keketuaan Indonesia sebegai Ketua Asean tahun 2011.

"Kegiatan ini juga untuk menyikapi perkembangan situasi yang ada, baik itu aksi teroris, maupun dampak dari perkembangan situasi global dan regional," katanya.

Dia menambahkan, kegiatan latihan itu akan melibatkan sekitar 367 personel yang terdiri dari Detasemen Bravo, personel Lanudsri, kepolisian, Lanudal dan otoritas bandara.

Komandan Detasemen Bravo Anti-Teror, Letkol (Psk) Muhammad Juanda, mengatakan, pada kegiatan ini akan melibatkan sekitar 120 personel Detasemen Bravo.

Untuk peralatan yang digunakan pada kegiatan itu antara lain pesawat Hercules, empat kendaraan khusus, peralatan penerjunan serta peralatan penjinak bahan peledak.

Total waktu rangkaian latihan antiteror itu akan berlangsung sekitar 30 menit.

Sumber: ANTARA News

Monday, May 30, 2011

Indonesia-Turki Jajaki Kerja Sama Produksi Tank

Armored Combat Vehicle (ACV) produksi FNSS dilengkapi 25mm SHARPSHOOTER TURRET. (Photo: FNSS)

30 Mei 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): Indonesia dan Turki tengah menjajaki kerja sama pembuatan tank kelas ringan (light tank). Kerja sama itu masih dijajaki di tingkat perusahaan atau produsen (business to business), sebelum meningkat pada kerja sama dua pemerintahan (G to G). Saat ini penjajakan dilakukan oleh PT Pindad dengan FNSS Defence Systems Co., produsen alat pertahanan dari Turki.

Tank ringan yang akan diproduksi bersama ini memiliki bobot sekitar 13-14 ton dan akan dilengkapi meriam kaliber 90-105 milimeter. "Tank jenis ini untuk memenuhi kebutuhan pasukan kavaleri TNI Angkatan Darat," kata Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Susilo, kepada Tempo di kantornya, akhir pekan lalu.

Kerja sama ini merupakan tindak lanjut kesepakatan kerja sama Pemerintah RI dan Turki saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negara itu, Juni tahun lalu. Kesepakatan tersebut lebih dimatangkan lagi saat Presiden Turki Abdullah Gul melakukan kunjungan balasan ke Jakarta, April 2011 lalu. "Kerja sama industri pertahanan dengan Turki saat ini sudah makin mengerucut," ujar Susilo.

Produsen dari Turki, FNSS, bahkan sudah mengirimkan prototipe tank ringan itu untuk dijajal oleh TNI AD dan PT Pindad. "Tapi, tank yang akan dibuat nanti spesifikasinya akan diajukan oleh TNI AD," kata dia. "Mereka (Pindad dan FNSS) sudah menandatangani MoU (kesepakatan kerja sama)," kata dia.

Kerja sama industri pertahanan dengan Turki ini dilakukan karena negara tersebut bisa memahami kepentingan Indonesia. Seperti diketahui, saat ini pemerintah tengah menggalakkan pengembangan industri pertahanan dalam negeri. Karena itu, kerja sama industri pertahanan dengan luar negeri diprioritaskan pada negara-negara yang bisa memberikan transfer teknologi dan bersedia melakukan kerja sama produksi (joint production).


(Photo: FNSS)

"Kalau transfer teknologinya besar dan mereka mau joint production, ini yang kami utamakan," kata Susilo. "Jadi, kami mendapatkan banyak benefit (keuntungan), tidak hanya membeli."

Tank ringan yang akan diproduksi bersama antara Indonesia dan Turki ini bakal memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang cukup besar. "Paling tidak bodinya kami (Indonesia) yang buat," kata dia. Instalasi, perakitan, dan desain juga menjadi porsi Indonesia.

Sementara engine (mesin) serta rantai tank akan dibuat oleh produsen Turki. "Untuk rantai tank, Indonesia masih belum bisa buat sendiri," ujarnya. Demikian juga mesin. Menurut Susilo, masih belum efisien jika Indonesia membuat mesin tank sendiri. "Kalau engine, masih lebih murah membeli daripada harus membangun pabrik mesin di sini."

Sumber: TEMPO Interaktif

Kapal Perang Prancis Frigate Vendemiaire (F734) Kunjungi Surabaya


30 Mei 2011, Surabaya (Lantamal V): Kapal Perang Angkatan Laut Prancis Frigate Vendemiaire F734 mengadakan kunjungan persahabatan ke Surabaya selama tiga hari. Kedatangan kapal jenis Frigate tersebut, diambut oleh Asops Danlantamal V Kolonel Laut (P) Maman Firmansyah di Dermaga Gapura Surya, Tanjung Perak, Surabaya, Senin (30/5). Pada kesempatan itu, hadir pula Kadisyhahal Letkol Laut (P) Didik Duwijantoko, Kadispotmar Letkol Laut (P) Bakat Gunawan, Dansatroltas Letkol Laut (P) Eko Vidiyanto, serta satu unit Satsik, Satu Peleton Pama dan satu Peleton gabungan Bintara dan Tamtama.

Sesuai dengan rencana, kapal perang tersebut merapat di Dermaga Gapura Surya pukul 09.00 WIB. Setibanya di dermaga, langsung disambut dengan Tarian Remo yang merupakan tarian khas Jawa Timur. Tarian yang dibawakan oleh sanggar tari Studio IVA pimpinan Sanggar Tari Tejo tersebut biasanya ditampilkan saat menyambut kedatangan tamu-tamu terhormat. Rangkaian acara penyambutan diakhiri dengan pengalungan rangkaian bunga oleh salah seorang penari kepada komandan Kapal Perang Frigate Vendemiaire (F734).

Kapal Perang Prancis yang dikomandani oleh Commander Stanislasde Chargeres tersebut adalah kapal buatan Chantiers de I’Atlantique tahun 1992 dan secara resmi masuk jajaran Angkatan Laut Prancis pada tanggal 21 Oktober 1993. Kapal F734 tersebut diawaki oleh 89 ABK, terdiri dari 11 Perwira, 36 Bintara dan 42 Tamtama serta 11 personel pengawak helikopter.

Frigate Vendemiaire F734 memiliki bobot mati 2600 ton (2950 ton muatan penuh), panjang 93,5 meter (307 feet), kedalaman garis air 4.4 meter (14 ft) dengan system pendorong mesin pokok 4 Diesel SEMT Pielstick 6PA6 L280, mesin bantu 1 Ulstein 200 Kw bam propulsor, 2 Propeler variable pace lips, daya dorong 8800 hp (6470 Kw), sumber tenaga listrik 3 baudouin 12P15, 2SR Diesel alternators dan 3 Alsthom AA 49L9 alternator, daya listrik 3 x 590 Kw, dengan kecepatan 20 knots (37 km/h, 23 mph), memiliki jarak jelajah 10.000 nautical miles(19.000 km; 12.000 mil) pada 15 knot.

Selama merapat di Kota Pahlawan, Frigate Vendemiaire F734 akan melakukan beberapa kegiatan di antaranya mengadakan kunjungan kehormatan ke Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksda TNI Bambang Suwarto, kunjungan Kehormatan ke Komandan Lantamal V Laksma TNI M. Atok Urrahman, Coctail Party di atas FGS Vendemiaire, kunjungan ke Kapal Perang TNI AL, olah raga bersama dan open ships pelajar dari Pusat Kebudayaan Prancis.

Pada saat mengadakan kunjungan ke Mako Lantamal V, kedatangan Komandan Vendemiaire disambut oleh Wadan Lantamal V Kolonel Marinir I Ketut Suardana dengan didampingi oleh Para Asisten Danlantamal V serta Danpomal Lantamal V. Dalam kunjungan itu, diadakan pemutaran Profile Lantamal V, tukar menukar cindera mata serta foto bersama.

Sumber: LANTAMAL V

USS Howard (DDG 83) Bersandar di Tanjung Priok

30 Mei 2011, Jakarta (ANTARA News): Seorang personil marinir AS melintas dekat kapal penghancur berpeluru kendali USS Howard (DDG 83) yang bersandar di JICT 2 Port A, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (30/5). Kedatangan tiga kapal perang Amerika kapal pendaratan USS Tortuga (LSD 46), kapal penghancur berpeluru kendali USS Howard (DDG 83) dan kapal Frigat USS Reuben James (FFG 57) untuk melakukan latihan bersama dalam pengamanan maritim dan operasi anti-perompakan. (Foto: ANTARA/M Agung Rajasa/ama/11)

Tiga personil marinir AS melakukan simulasi dengan persenjataan lengkap di kapal penghancur berpeluru kendali USS Howard (DDG 83) di JICT 2 Port A, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (30/5). (Foto: ANTARA/M Agung Rajasa/ama/11)

Admiral Panteleyev Kembali Ke Rusia

Sejumlah pasukan angkatan laut Rusia melakukan penyergapan terhadap perompak di Perairan Makassar, Sulsel, Jumat (27/5). Simulasi latihan gabungan antara TNI AL dengan angkatan laut Rusia tersebut dilakukan untuk melatih kemampuan masing-masing pasukan dalam menghadapi perompak di laut. (Foto: ANTARA/Yusran Uccang/nz/11)

30 Mei 2011, Makassar (Fajar): Muhibah yang membawa misi latihan anti perompak Kapal Perang Rusia Admiral Panteleyev berakhir. Kapal yang berpengalaman menggagalkan aksi perompakan di laut ini kembali ke negaranya. Kemarin, Minggu, 29 Mei bertempat di Dermaga Soekarno, Admiral Panteleyev bertolak menuju Rusia pada pukul 10.00 wita.

KRI Oswald-354 memandu Admiral Panteleyev menuju perairan Makassar. Selanjutnya kedua kapal perang tersebut berpatroli hingga ke perbatasan Perairan Makassar. Usai latihan, Admiral Panteleyev bersama kapal sipil jenis tunda melanjutkan perjalanan ke Rusia.

Selama di Makassar sejak 24 Mei lalu, beberapa kegiatan dilakukan Angkatan Laut Rusia dan TNI AL. Selain simulasi antiperompak, Courtesy Call serta seminar anti perompak menjadi rangkaian kunjungan Admiral Panteleyev. Sehari sebelum ke Rusia, kapal berjenis buru selam ini membuka open ships bagi masyarakat dan pelajar Makassar.

Panglima Flotila Armada Pasifik Colonel (Laut) Victor N. Sokolov sesaat sebelum berangkat mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada masyarakat Makassar serta Lantamal VI. Penyambutan dan jamuan yang luar biasa dirasakan Viktor sebagai ungkapan persahabatan kedua negara. Viktor berjanji kerja sama dan persahabatan tersebut akan terus terjalin, termasuk dalam bentuk kegiatan militer. "Banyak yang telah kami lakukan disini, termasuk sharing mengenai upaya antiperompak. Banyak yang pelajari di TNI AL, kami merasa berbangga berada disini," ungkapnya.

Komandan Lantamal VI Brigadir Jenderal TNI Marinir Chaidier Patonnory menyampaikan bahwa hubungan kerja sama TNI AL dan AL Rusia terjalin sejak lama. Bahkan sebagian kendaan tempur TNI AL berasal dari Rusia. "Saya berharap hubungan yang sudah terjalin selama ini semakin erat," tambahnya.

Sumber: Fajar

Latihan Komando Gabungan TNI AL-US Navy Kurang Maksimal

Sejumlah pasukan TNI AL melakukan penyergapan terhadap perompak di Perairan Makassar, Sulsel, Jumat (27/5). Simulasi latihan gabungan antara TNI AL dengan angkatan laut Rusia tersebut dilakukan untuk melatih kemampuan masing-masing pasukan dalam menghadapi perompak di laut. (Foto: ANTARA/Yusran Uccang/nz/1)

30 Mei 2011, Jakarta (MICOM): Indonesia dan Amerika Serikat (AS) akhirnya merampungkan latihan gabungan di perairan Selat Sunda pada Minggu (29/5). Latihan Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) ke-17 yang berlangsung 27-29 Mei itu tidak berjalan maksimal setelah beberapa agenda latihan dibatalkan. Padahal, Komodor (Kolonel) Gugus Pasukan 73.1 US Navy David Welch mengatakan rencana latihan sudah dirancang selama beberapa bulan.

"Mungkin ada beberapa masalah, tetapi yang paling penting adalah pembangunan kerja sama antara TNI AL dan US Navy," ujar Welch pada konferensi pers di kapal perusak (destroyer) USS Howard, perairan Selat Sunda, Minggu (29/5).

Salah satu masalah terlihat pada pelatihan tembakan kepada target di permukaan Selat Sunda. USS Howard menggunakan senapan mesin ringan kaliber 762, senapan mesin berat (SMB) Browning 50, dan meriam MK25 Chandler. Wartawan di kapal USS Howard diperbolehkan merekam para prajurit US Navy menenggelamkan objek yang terbuat dari sejenis karet raksasa (disebut killer tomato).

Akan tetapi, pasukan TNI AL di KRI Diponegoro tidak mengizinkan latihan penembakan itu diliput atau direkam. Menurut sumber Media Indonesia, senapan TNI AL sempat mengalami kesulitan teknis saat upaya penembakan.

Berdasarkan pantauan, rencana latihan pendaratan amfibi antara US Marine Corps dan Korp Marinir TNI AL di pesisir pantai Lampung dibatalkan. Welch tidak menjelaskan alasan pembatalan tersebut. Ia hanya mengatakan latihan pendaratan amfibi akan kembali diupayakan pada CARAT ke-18.

Latihan gabungan antara TNI-AL dan US Navy juga mencakup latihan manuver bersama antara KRI Imam Bonjol, KRI Diponegoro, USS Howard, USS Ruben James, dan USS Tortuga saat melewati Teluk Banten. Pada Jumat (27/5), helikopter TNI AL direncanakan berlatih mendarat di USS Howard. Namun, rencana itu malah batal karena gangguan teknis helikopter setelah belasan personel US Navy menyiapkan tempat landas.

Standar Operasi Antiperompakan TNI AL Dapat Pengakuan AS

Amerika Serikat (AS) dan Indonesia akhirnya merampungkan latihan gabungan di perairan Selat Sunda pada Minggu (29/5). Simulasi antiperompakan menjadi salah satu agenda Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) ke-17. Menurut komandan 'Negeri Paman Sam', TNI Angkatan Laut (AL) sudah cukup siap untuk bergabung ke dalam pasukan gabungan antilanun di Somalia.

"Saya optimis Indonesia bisa bergabung ke dalam komando pasukan gabungan di perairan Somalia, pasukan gabungan 151," Komodor (Kolonel) Gugus Pasukan 73.1 US Navy David Welch, pada konferensi pers di kapal perusak (destroyer) USS Howard di perairan Selat Sunda, Minggu (29/5).

Welch bertugas mengomandani tiga kapal perang AS yaitu USS Howard, USS Ruben James, dan USS Tortuga. Ia mengatakan TNI AL sudah mengikuti seluruh prosedur penyelamatan warga sipil di dalam latihan antipembajakan kapal.

Wakil Komandan Latihan CARAT-17 TNI AL (Letkol) Gandawilaga menyatakan belum ada rencana bergabung dengan komando pasukan gabungan 151 di Somalia.

"Kita masih mau sharing (berbagi) pengalaman dulu," ujar Gandawilaga kepada para wartawan.

Simulasi antiperompakan dilakukan di KRI Imam Bonjol pada Sabtu (29/5) siang. Dalam waktu dua hingga tiga jam, sembilan personel Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL yang menggunakan sekoci berhasil mengamankan satu pistol dan beberapa senjata laras panjang.

"Mereka sudah mengikuti seluruh prosedur yang biasa US Navy lakukan saat menghadapi perompak, tidak jauh berbeda," ujar Welch yang didampingi kapten kapal USS Howard, Letkol Andree Bergmann.

Sedikitnya 20 negara telah bergabung dengan komando tersebut, yaitu AS, Malaysia, China, Singapura, Korea Selatan, Jepang, Italia, Prancis, dan Inggris. Sejak 2008, pasukan gabungan itu menguasai titik tertentu dan bertugas mengawal setiap kapal niaga yang akan melewati Somalia.

Sumber: MICOM